Dari imajinasi Lorensa Brian, “Romansa 20-an” hadir sebagai sebuah lagu cinta yang merayakan cinta itu sendiri. Dengan sentuhan musik pop era ’80-an, lagu ini menggambarkan dinamika kehidupan cinta remaja usia 20-an: patah, tumbuh, berharap, dan terus berjalan.
Sekadar Proses Kreatif
Kenangan adalah kemewahan.
Dari tiga kata inilah lahir “Romansa 20-an”. Ide awalnya sederhana: jika ada gagasan, sebaiknya segera dicatat. Siapa tahu suatu saat dapat menjadi sesuatu yang berarti. Lorensa Brian mempraktikkan prinsip ini, menyimpan idenya sebagai “celengan”. Ketika semangat menciptakan lagu muncul, ia membuka kembali simpanannya. Lalu, apa langkah berikutnya?
Brian memiliki ketertarikan mendalam pada tema kenangan. “Bagi saya, kenangan memiliki efek luar biasa,” tuturnya. Kenangan bisa hadir kapan saja, tak terduga: siang atau malam, gelap atau terang, di tengah keramaian atau kesunyian. Kenangan dapat menembus batas dan tiba-tiba membawa perasaan yang begitu rawan.
Untuk lagu ini, Brian memulai dari satu kata: kenangan. Kata itu ia kembangkan menjadi sebuah cerita. Sementara untuk puisi, ia menggunakan ketiga kata tersebut sebagai penegasan. Brian sempat ragu apakah akan menyisipkan puisi di tengah lagu. Namun akhirnya, ia memutuskan menulis puisinya hanya sehari sebelum rekaman vokal.
Brian mencatat puisi itu di ponselnya sebelum menyalinnya ke buku tulis saat berada di studio. “Saya ingin punya versi fisiknya,” ungkapnya. Kali ini, Brian lebih dulu menulis lirik sebelum menciptakan melodi. Ia bereksperimen dengan lirik bergaya puisi, berbeda dari format lirik lagu pada umumnya. Eksperimen ini membuat beberapa orang menganggap karyanya sebagai musikalisasi puisi. Namun bagi Brian, lagu ini hanyalah ekspresi cinta yang ia tulis dengan nuansa puitis.