Self-Produced Girlgroup Indonesia yang dikenal dengan nama GLASS, secara resmi mengumumkan pergantian nama yang diikuti oleh pembaruan logo. Dengan nama baru, GLAS yang diambil dari kata glass dalam arti kaca, mengandung arti walaupun sebuah kaca tidak sekuat berlian dan secantik mutiara, namun ia tetap dapat memantulkan cahaya yang indah. Dengan harapan bahwa dalam segala kekurangan yang dimiliki tidak menjadi penghalang untuk meraih mimpi.
Grup penyanyi dari single “MINE” (2021) dan “OUT” (2021) ini akhirnya merilis Single ke-3 yang telah dinantikan oleh para penggemarnya, berjudul “BLOOM” pada 9 Desember 2022. Berbeda dengan karya sebelumnya yang memiliki koreografi kuat dan genre musik berbasis EDM-POP, single kali ini menyajikan konsep remaja yang ringan dan lebih segar diikuti oleh genre musik Latin Hip-Hop dengan sedikit sentuhan melodi R&B. Kombinasi dari 3 karakter suara khas dari Eugine, Triarona dan Denise, serta melodik rap dari PB membuat lagu ini menjadi unik dan mudah dinikmati.
“Ini baru permulaan. Kita berencana ingin mencoba berbagai genre berbeda dalam karya kita”,
ucap Denise mengenai warna baru GLAS yang tidak pernah diperlihatkan sebelumnya.
Pembuatan Single ini merupakan hasil kolaborasi dari member, Jason Fanjaya dan Joel Christian sebagai komposer lagu serta penulisan lirik. Tiga dari member GLAS yaitu, Eugine, PB dan Triarona ikut berkontribusi dalam pembuatan melodi dan lirik lagu yang diangkat dari kisah pribadi. Penyanyi Solois R&B terkenal Indonesia INDAHKUS, ikut berkontribusi dalam proses pembuatan lagu sebagai vocal director yang berhasil menuntun grup dalam pembawaan serta penyampaian lagu dengan genre yang unik.
Single “BLOOM” bercerita tentang sebuah penerimaan akan cinta yang tak terwujud. Ketika semua berbicara tentang penyesalan atau perasaan yang belum selesai dari kisah cinta yang telah lalu, “BLOOM” berbicara tentang menerima dan merangkul sebuah memori yang telah terjadi. Lagu ini mengangkat pesan bahwa tidak semua kisah cinta tak sampai yang telah lalu harus dianggap sebagai memori yang pahit.
“Hand to hand we saw the wall and the dead end.
We kept on running in circle we knew where the map ends.
No words exchanged
As we cut off the string that we tied with our own hands”